Kewajiban Laki-laki Terhadap Ibu dan Istrinya

Laki-laki setelah menikah seringkali dilema diantara ibu dan istrinya, mana yang harus didahulukan. Kewajiban laki-laki terhadap ibu dan istrinya harus dipenuhi. Kisah Al Qamah patut direnungkan bagi seorang suami, bagaimana ia harus bersikap kepada ibunya setelah menikah. Istri pun harus mengambil pelajaran dari kisah al-Qamah, bagaimana ia harus bersikap kepada mertuanya, yang telah mendidik dan mengasuh suaminya.

***

Kisah Al Qamah dan Sakit Hati Ibunya yang Menghalangi dari Surga

Imam Ibnu Hajar bercerita:

Kisah seorang pemuda bernama Alqamah. Ia adalah pemuda yang giat beribadah, baik shalat, puasa maupun sedekah. Satu ketika ia sakit parah. Lalu istrinya mengutus orang menuju Rasulullah: sesungguhnya suamiku, Alqamah, sedang sekarat, saya ingin memberitahukan keadaan nya kepadamu wahai Rasulullah.

Kemudian Rasulullah mengutus Ammar, Bilal dan Shuhaib. Beliau bersabda: berangkat lah kesana dan talqinlah ia untuk membaca syahadat. Maka mereka bertiga pun mendatanginya dan menemukannya sedang sekarat. Mereka pun mentalqin Alqamah: La ilaha illallah.

Tetapi lisannya tak mampu berbicara. Mereka pun melaporkannya pada Rasulullah.

Rasulullah bertanya: apakah salah satu orang tuanya masih hidup? Sahabat menjawab: ia mempunyai ibu yang sudah sangat tua. Rasulullah pun mengutus utusannya menemui ummu Alqamah untuk menyampaikan: “Jika engkau sanggup datanglah pada Rasulullah, jika tidak maka tunggulah beliau di rumah sampai beliau datang kepadamu.”

Maka berangkatlah utusan Rasulullah kepada ummu Alqamah dan menyampaikan pesan Rasulullah. Ia berkata: jiwaku ada demi membelanya, aku lebih berhak mendatangi beliau. Lalu ia mengambil tongkatnya dan datang kepada Rasulullah. Ia mengucap salam dan Rasulullah menjawab salamnya.


Rasulullah bersabda: “Wahai ummu Alqamah, katakanlah dengan jujur, jika engkau berbohong maka akan datang wahyu dari Allah. Bagaimana keadaan anakmu Alqamah?”

Ummu Alqamah menjawab: ya Rasulallah, dia banyak melakukan shalat, banyak berouasa, banyak bersedekah.

Rasulullah pun bertanya: lalu bagaimana dengan keadaanmu?

Ummu Alqamah menjawab: aku sakit hati kepadanya.

Rasulullah kembali bertanya: karena apa?

Ummu Alqamah menjawab: “Ia selalu mendahulukan istrinya dan mendurhakaiku.”

Maka Rasulullah pun menjelaskan: “Sesungguhnya sakit hati ummu Alqamah adalah hal yang menghalangi lisan Alqamah dari mengucap syahadat. Lalu beliau bersabda: wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar sebanyak mungkin.”


Ummu Alqamah bertanya: Apa yang akan engkau lakukan wahai Rasulullah?

Rasulullah menjawab: Aku akan membakar Alqamah dalam nyala api.

Ummu Alqamah berteriak: ya Rasulalllah, dia anakku! Aku tak akan sanggup melihatmu membakarnya di hadapanku!

Rasulullah pun bersabda: Wahai ummu Alqamah, siksa Allah lebih berat dan lebih lama. Jika Allah mengampuninya membuatmu bahagia, maka ridhailah Alqamah. Demi Dzat yang jiwaku dalam genggamanNya, Alqamah tak bisa mengambil manfaat dari shalatnya, puasanya, sedekahnya selama engkau sakit hati kepadanya.


Ummu Alqamah pun segera berkata: Ya Rasulallah, aku bersaksi di hadapan Allah dan MalaikatNya dan semua orang mulsim yang hadir disini, sesungguhnya aku telah meridhai anakku Alqamah.

Rasulullah memanggil Bilal dan bersabda: Berangkatlah wahai Bilal dan lihatlah apakah Alqamah sudah bisa mengucap La ilaha illallah atau belum? Bisa jadi ummu Alqamah mengucapkan kalimat bukan dari hatinya karena malu kepadaku.

Maka Bilal pun berangkat, dan ia mendengar Alqamah mengucap la ilaha illalah dari dalam rumah. Bilal pun memasuki rumah dan berkata: sesungguhnya sakit hati ummu Alqamah lah yang menghalangi lisannya dari mengucap syahadat, dan ridha ummu Alqamah lah yang membuat lisannya bisa mengucap syahadat.

Alqamah pun meninggal pada hari itu, dan Rasulullah mendatangi jenazahnya. Beliau memerintahkan untuk memandikan dan mengkafaninya kemudian beliau menyolatinya dan menghadiri pemakamannya.

Kemudian Rasulullah bersabda di tepi kuburan Alqamah: Wahai kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa lebih mengutamakan istrinya daripada ibunya, maka atasnya la’nat Allah, malaikat dan seluruh ummat manusia, Allah tak kan menerima amal ibadah wajib dan sunnahnya kecuali ia bertaubat kepada Allah dan berbuat baik pada ibunya dan meminta ridhanya. Sesungguhnya ridha Allah terletak pada keridhaan ibu dan murka Allah dalam murka ibu.


Hadist ridha Allah terletak pada Ridha Ibunya
Hadist ridha Allah terletak pada Ridha Ibunya

Beberapa poin penting yang bisa kita ambil dari hadits di atas di antaranya adalah:

  1. Durhaka kepada orang tua bisa mempersulit proses kematian dan bisa menyebabkan mati suul khatimah
  2. Ridha orang tua mempermudah proses kematian dan menjadikan mati dalam keadaan husnul khatimah
  3. Amal ibadah tidak akan berguna jika di sertai dengan durhaka pada orang tua.
  4. Boleh meminta bantuan dan mencari solusi pada orang yang ahli dalam bidang tersebut.
  5. Keharusan mencari solusi
  6. Mendahulukan hak seorang Guru meski lebih muda daripada muridnya
  7. Datang kepada guru dan orang alim
  8. Berkata jujur di hadapan guru
  9. Sunnah mendatangi jenazah sampai penguburannya selesai
  10. Lelaki tidak boleh mengutamakan istri melebihi ibunya

Peran Ibu dan Istri dalam Memudahkan Laki-laki Menunaikan Kewajibannya

Ketika seorang lelaki menikah, maka ia tetap wajib berbakti kepada ibunya. Ia tidak boleh lebih mendahulukan istrinya daripada ibunya. Akan tetapi yang dimaksud bukanlah mengutamakan ibu dengan menyia-nyiakan istrinya. Istri adalah kewajiban lelaki, maka ia tetap harus menafaqahinya secara dhahir batin, di samping baktinya kepada sang ibu. Ia harus bisa bersikap bijaksana dalam menyikapi ibu dan istrinya. Karena itu peran ibu dan istri juga sama penting dengan peran lelaki:

Ibu tidak memperberat anaknya dalam hal ekonomi.

Seandainya ibu meminta uang kepada anak lelakinya, maka ia harus memberi ibunya uang, dengan tanpa mengurangi nafaqah istri dan anaknya. Jika uang itu kurang, ia harus membaginya dengan baik. Sekira ibunya tetap mendapatkan uang, dan istri tetap tercukupi meski keduanya sama-sama mendapat sedikit.

Istri harus mendukung suami untuk berbakti kepada ibunya, dan mengerti akan hal itu.

Istri tidak boleh mengecam suaminya jika suaminya lebih memilih ibunya.
Sebuah contoh kecil, suami sudah berjanji pada istrinya untuk mengajak jalan-jalan, kemudian ibu meminta anak lelakinya untuk pergi bersamanya, maka istri harus mengalah. Saat dia mengalah maka akan tercatat sebagai ibadah. Suami tidak boleh mendahulukan janji jalan-jalan dg istri dan tidak mengabulkan permintaan ibunya.

Seimbang Menunaikan Hak Ibu dan Hak Istri

Lelaki harus bertanggungjawab kepada istrinya, tidak boleh menyia-nyiakan nafaqah dhahir batin istrinya dan harus memenuhi hak-hal istrinya dengan baik, dan memenuhi hak-hak ibunya dengan baik pula. Apabila terdapat hal-hal yang bertentangan antara ibu dan istri, ia harus mendahulukan ibunya. Seperti halnya jalan-jalan dengan istri dan mengantar ibunya pergi, maka ia harus mendahulukan ibunya.

Semoga bermanfaat.