Perkembangan agama Islam di Nusantara begitu pesat. Agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Arab dan Gujarat. Adapun perkembangan Islam pertama kali di Nusantara berawal dari daerah Sumatra Utara, tepatnya di Pasai dan Peurlak. Kemudian menyebar hampir ke seluruh wilayah Nusantara. Penyebaran Islam di Pulau Jawa dipelopori oleh Walisanga atau Walisongo. Peran para ulama, kyai, serta para pendakwah sangat penting dalam melakukan syiar agama ini. Islam juga menyebar sangat pesat di Pulau Jawa.
Siapa Itu Walisanga
Walisanga adalah istilah yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan. Dalam bahasa Jawa songo berarti sembilan. Bilangan sembilan dalam pandangan orang jawa, baik sebelum atau sesudah Islam datang, sering dikaitkan dengan nilai mistik dan dianggap sebagai simbol keberuntungan. adalah seseorang yang sholeh, selalu berbuat kebaikan. Ada beberapa pendapat mengenai arti Wali Sanga. Bahkan pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lain lagi menyebut kata sanga berasal dari bahasa Jawa yang berarti tempat.
Sejarah Walisanga
Walisanga adalah sembilan orang utama yang dicintai oleh Allah SWT., yang dipandang sebagai ketua kelompok dari sejumlah nesar mubaligh yang berdakwah menyebarkan Islam pada dekade awal di Jawa. Walisanga merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17 M. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Pendahulu Walisanga adalah Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II, yaitu Putri Selindung Bulan. Banyak tokoh-tokoh yang juga berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun perana Walisanag begiru besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat membuat para Walisanga lebih dikenal namanya dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa.
Walisanga adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu, Dewan Walisanga beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bitara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama Sunan Ampel); Qasim (Sunand Drajad, putra kedua Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.
Dalam menyiarkan agama Islam, Walisanga memadukan budaya setempat dengan budaya Islam. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam dalam kesenian tradisional maupun upacara adat istiadat setempat. Mislanya dalam wayang kulit mengangkat cerita-cerita nabi, dalam syair-syair keagamaan seperti suluk mereka menyisipkan puji-pujian kepada sang Pencipta, gendhing-gendhing Jawa dengan iringan gamelannya, dan pada upacara adat disisipkan doa secara Islam. Selain dapat menarik perhatian, hal tersebut membuat para wali menjadi lebih akrab dengan masyarakat.
Nama-nama Walisanga
Para walisanga adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka akan terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. Berikut adalah nama kesembilan wali yang termasuk Walisanga:
- Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim.
- Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
- Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin.
- Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim.
- Sunan Kalijaga atau Raden Sahid.
- Sunan Drajat atau Raden Qasim.
- Sunan Muria atau Raden Umar Said.
- Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq.
- Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.