Perlu diketahui bahwa akad hibah adalah salah satu bentuk amal yang dianjurkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan akad hibah merupakan perjanjian sukarela antara pemberi dan penerima hibah. Yang mana artinya pemberi hibah memberikan harta, bisa harta bergerak maupun harta tidak bergerak kepada penerima hibah tanpa adanya kewajiban memberikan imbalan dari penerima hibah. Perlu diingat bahwa harta yang akan dihibahkan harus harta yang kepemilikannya sah dimiliki oleh pemberi hibah, bukan harta hasil pencurian, penipuan, atau kegiatan yang dilarang Islam. Untuk tujuan dari akad hibah ini sendiri adalah untuk membantu sesama, mendapatkan harta yang berkah, dan tak lupa untuk mendapatkan ridha dari Allah Swt.
Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum terkait akad hibah terdapat pada ayat-ayat di dalam Al-Qur’an, seperti halnya pada surah An-Nisa ayat 4 dan surah Ar-Rum ayat 38. Sedangkan dasar hukum akad hibah menurut peraturan perundangan-undangan Indonesia terdapat pada beberapa pasal, seperti pasal 1666 Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPerdata dan 1682 KUHPerdata. Di dalam pasal 1666 KUHPerdata dijelaskan bahwasannya hibah adalah pemberian dari seseorang atau biasa disebut pemberi hibah kepada pihak lain secara cuma-Cuma atau yang biasa disebut penerima hibah. Sedangkan dalam pasal 1682 KUHPerdata dijelaskan bahwa dalam melakukan hibah harus dilakukan dengan notaris, dan naskah asli harus disimpan oleh notaris untuk menjaga keabsahan hibah tersebut. Yang artinya, jika kita melakukan hibah tanpa memiliki akta notaris maka hibah tersebut tidak sah menurut hukum. Akan tetapi, terdapat pengecualian di dalam pasal 1683 KUHPerdata. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hibah berupa benda bergerak dan berwujud seperti surat piutang tidak perlu melibatkan akta notaris, namun yang perlu diingat adalah penerima harus menerima hibah dengan jelas dan resmi.
Beberapa Hal Yang Membuat Hibah Batal
Ada beberapa hal yang membuat hibah itu batal, seperti:
- Hibah mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari. Hal ini dijelaskan pada Pasal 1667 ayat (2) KUHPerdata.
- Hibah dimana pemberi hibah memberi janji bahwa ia tetap menguasai hak atas hartanya yang sudah dihibahkan. Hal ini diatur dalam Pasal 1668 KUHPerdata.
- Hibah yang didalamnya berisi syarat bahwa penerimah hibah akan melunasi utang atau beban tanggungannya disamping apa yang tertera pada akta hibah atau di daftar lampirannya. Hal ini dijelaskan di dalam Pasal 1670 KUHPerdata.
- Hibah untuk benda tidak bergerak yang tidak memiliki akta notaris. Hal ini diatur dalam Pasal 1682 KUHPerdata.
Syarat- Syarat Hibah
Untuk syarat melakukan hibah ada beberapa yang perlu kita cermati, antara lain:
- Sebagai penerima hibah harus seseorang yang sudah dewasa dan dapat melakukan tindakan hukum.
- Sebagai pemberi hibah pun juga harus mempunyai harta yang sudah ada dan sudah sah menjadi miliknya untuk dihibahkan.
- Saat melakukan hibah, pemberi hibah dan penerima hibah tidak diperbolehkan antara suami-istri.
- Saat proses hibah dilakukan, penerima hibah harus sudah ada.
- Pemberi hibah tidak boleh memberikan janji bahwa dia tetap menguasai hak atas hartanya karena sudah dihibahkan.
- Hibah akan dianggap batal apabila melakukan beberapa hal yang sudah dijelaskan di atas.
- Pemberi hibah diperbolehkan untuk memberikan syarat untuk pemberi hibah dalam menggunakan harta yang sudah dihibahkan.
Satu lagi informasi mengenai hibah adalah selama proses melakukan hibah tersebut sudah diterima oleh penerima hibah sebelum ia meninggal dunia, walaupun setelahnya penerima hibah meninggal terlebih dahulu dibanding pemberi hibah, hibah tersebut akan tetap sah.
Itulah tadi beberapa hal terkait hibah yang bisa dita kupas bersama. Apakah kalian ingin melakukan hibah? Atau masih bingung bagaimana cara melakukan hibah yang benar? Serahkan saja urusannya kepada kami, Nusagates siap membantu sampai tuntas.